Minggu, 07 Desember 2014

permasalahan yang timbul dalam penilaian kinerja

Sistem “penilaian kinerja” yang dipaksa dipakai untuk tugas “manajemen kinerja” pasti menimbulkan kesulitan untuk bos, karyawan, maupun organisasi. Dengan menganggap “penilaian kinerja” sebagai salah satu langkah dalam “manajemen kinerja”, banyak kesulitan bisa diatasi, atau paling tidak dikurangi.
Penilaian dianggap sebagai konfrontasi. Jika tujuan penilaian kinerja hanyalah merencanakan program kerja yang akan datang, tidak perlu ada konfrontasi. Menyalahkan karyawan atas pekerjaan masa lalu tidaklah relevan. Manajer memimpin diskusi dari perspektif “Inilah kenyataan masa lalu. Bagaimana cara kerja kita tahun depan supaya bisa mencapai sasaran?” Memfokus pada masa depan membantu mengurangi sikap defensif; karena tidak perlu ada sikap defensif untuk hal-hal yang belum dilakukan.
Karena manajemen kinerja meliputi usaha mengatasi kekeliruan pada saat kejadian, maka tidak perlu diadakan diskusi panjang lebar mengenai hal itu ketika diadakan diskusi penilaian kerja. Kekeliruan telah dicoba diperbaiki pada saat kejadian; sekarang masalah itu hanyalah merupakan catatan untuk pertimbangan dalam menyusun program kerja untuk masa depan. Dengan mengurangi atau mencegah terjadinya kon¬frontasi, semakin terbuka kesempatan kerjasama lebih baik untuk masa depan.
Manajer harus menilai kemarnpuan tiap karyawan. Idealnya, penilaian tentang kemampuan karyawan hendaknya tidak dimasukkan dalam penilaian kinerja. Tetapi ini sulit dilakukan kalau penilaian kinerja ini dipakai juga sebagai penentu besar-kecilnya gaji. Banyak perusahaan yang progresif mengkaitkan masalah gaji dengan kinerja karyawan, tetapi sistem ini tidak menuntut penilaian. Yang diperlukan adalah, apakah kinerja karyawan berhasil mencapai sasaran atau tidak; dan ini erat kaitannya dengan manajemen kinerja, artinya peran manajer sebagai pembimbing juga perlu diperhitungkan.
Kalau tujuan penilaian kinerja adalah memberikan masukan untuk perencanaan masa depan, penilaian lebih mudah dikaitkan dengan kinerja di masa lampau, bukan untuk menilai kemarnpuan karyawan. Dengan perkataan lain, fokus perencanaan membantu manajer mengarahkan masukan untuk mengubah perilaku dan pencapaian, bukan untuk mengpenilaian kemarnpuan karyawan.
Penilaian kinerja sering dilakukan tanpa sasaran yang jelas. Pada waktu para manajer memberikan penilaian tanpa memikirkan apa tujuannya, maka timbul keraguan. Mereka kemudian menyebut saja sebagai alasan-alasannya “menciptakan pengertian”, “memotivasi karyawan untuk bekerja lebih baik”, atau bahkan “karena saya harus melakukannya”. Dengan cara manajemen kinerja, penilaian dilakukan dengan sasaran tunggal yang jelas: meninjau kembali kinerja di waktu lampau untuk landasan data bagi perencanaan kinerja di waktu yang akan datang.
Penilaian berfokus pada pengisian formulir. Laporan penilaian atau isi formulir menjadi kurang penting kalau sasaran penilaian ada¬lah menyediakan landasan data untuk rencana masa depan. Karena manajemen kinerja membangun hubungan kerjasama antara manajer dan bawahannya, formulir kemudian hanya menjadi saranayang membantu tugas manajer, bukan sebagai kekuat-an struktural dalam diskusi penilaian kinerja.
Data kinerja jarang dikumpulkan ter-lebih dahulu. Manajemen kinerja membantu bos dan karyawan mengumpulkan data dalam unit-unit lebih kecil sepanjang tahun. Ini lebih mudah dilaksanakan. Sumber-sumber untuk mengetahui hasilnya dan tinjauan mengenai hasil kerja dilakukan setelah diketahui apa yang diharapkan dari kinerja karyawan. Tinjauan hasil kerja yang diadakan sebulan sekali atau tiga bulan sekali lebih mudah, lebih cepat, dan biasanya lebih tepat, karena informasinya masih baru.
Tinjauan-tinjauan secara berkala itu dapat dicatat untuk referensi sebelum diada¬kan penilaian kinerja akhir tahun. Ini menghindari tindakan terburu-buru atau lebih tepat, usaha membabi buta untuk menyusun data yang mendukung gambaran umum. Karena data sudah tersedia, kedua pihak mungkin tidak akan bersikap subyektif dan memberikan kesan-kesan atau statement-statement umum yang mau tidak mau akan membangkitkan reaksi emosional.
Tidak ada rencana kerja yang jelas. Kalau tujuan penilaian adalah merencanakan kinerja untuk masa depan, rasanya tidak mungkin diskusi akan gagal menyusun rencana kerja.

Sumber :